Lucunya Terjemahan Doraemon: Nobita Lari Sampai Surabaya

Doraemon keluar dari meja belajar kamar Nobita.
Cihuii banget.

Dari perubahan nama karakter, umpatan-umpatan kasar, sampai kearifan lokal (Nobita daftar UGM?!) ada di komik Doraemon versi cetakan awal.

Siapa yang tidak kenal Doraemon? Robot musang cerpelai kucing biru kesayangan semua orang ini sudah hadir di layar TV Indonesia sejak setidaknya 1988 (tahun persisnya agak simpang siur). Sedangkan komiknya mulai diterbitkan di Indonesia oleh Elex Media Komputindo di November 1991.

Komik cerita utama Doraemon terdiri dari 45 volume dan berisi berbagai kisah seru, lucu, hingga mengharukan. Tapi bagi pembaca di Indonesia di zaman itu, Doraemon juga jadi terkenang karena terjemahannya yang suka semena-mena, atau seenak’e dhewe kalau kata orang Jepang.

Sekelompok editor komik menunggu komikus Fumiko Funyao menyelesaikan komiknya dengan terjemahan lucu.

Terjemahan-terjemahan nyeleneh dari komik Doraemon jadi populer lagi mulai tahun 2014, sejak akun Doraemon Hari Ini sering mencuit potongan panel yang paling aneh diiringi caption yang kadang bikin makin kocak.

Cuplikan gambar dari akun Doraemon Hari Ini.

Tapi dari ratusan panel ‘menarik’ Doraemon terjemahan lawas, apa saja sih ciri khas terjemahan lama Doraemon dan bagaimana sejarahnya? Mari kita simak!

Sejarah Singkat Penerbitan Doraemon

Doraemon pertama terbit sebagai komik strip di bulan Desember 1969. Bab pertamanya terbit di 6 majalah bulanan berbeda (karena ditujukan pada anak di tingkat sekolah yang berbeda) terbitan Shogakukan.

Mulai tahun 1974, Shogakukan menerbitkan buku lepasan (tankobon) berisi kumpulan bab-bab Doraemon yang sebelumnya diterbitkan di berbagai majalah.

Nah, komik sejumlah 45 volume itulah yang juga diterbitkan oleh Elex mulai tahun 1991. Sepanjang penerbitannya, fisik komik Doraemon hadir dalam beberapa versi:

  • Terbitan tahun ’90-an:
    • Sampul tanpa gambar, monokrom biru, bermotif huruf ‘E’ dan ‘K’ melambangkan Elex Komputindo (hanya jilid 1-6)
    • Sampul bergambar, monokrom biru
    • Sampul berwarna, finishing glossy
  • Terbitan ulang tahun 2010-an/edisi Japanese binding (komik dibaca dari kanan ke kiri):
    • Sampul berwarna, finishing matte

Ini hanya komik utamanya, belum termasuk kumpulan cerita, Doraemon Petualangan, dan berbagai spin-off yang akan dibahas lain kali.

Nah, seiring sejarah penerbitannya yang bertahun-tahun, Doraemon sempat berganti pengalih bahasa, antara lain:

  • Arnida Masliza
  • Ina Hagniningtyas
  • Iyohama
  • Lembaga Studi Asia
  • Neneng Metty S
  • Ninuk Sulistyawati
  • Reymon
  • Tita Feronty

Masing-masing memberikan sumbangsihnya tersendiri, namun Arnida Masliza lah penerjemah legendaris yang mengalihbahasakan komik Doraemon pertama kali, tepatnya (setidaknya) jilid 1-10 dari versi terbitan pertama.

Beberapa karya beliau yang masih kita ingat hingga hari ini:

Tidak berlebihan jika dikatakan beliau juga yang membentuk terjemahan Indonesia Doraemon dan menjadi inspirasi bagi pengalih bahasa berikutnya. Terima kasih Bu Arnida!

Terjemahan, Lokalisasi, dan Jepandonesia

Walau rupanya sama, komik Doraemon yang kita kenal beda dengan Doraemon yang Jepang kenal. Bibi Nobita tinggal di Surabaya, bukan Hokkaido. Kalau mau beli mainan, Nobita menabung rupiah, bukan yen. Bahkan Nobita kita menerima surat dari artis lokal yang beken di masanya!

Kearifan lokal ini tentunya hasil karya para alih bahasa.

Patut diingat, zaman dulu akses ke internet belum semudah sekarang. Kebanyakan orang hanya bisa mengonsumsi media yang sudah hadir di Indonesia dan telah diproses oleh alih bahasa (dan editor jika ada).

Nobita berlari di alat treadmill indoor Doraemon dan bercita-cita tiba di Surabaya.

Tapi walau disebut alih bahasa, pendekatan yang dilakukan tim di balik Doraemon bukan sekadar mengalihkan atau menerjemahkan bahasa, namun juga lokalisasi. Apa itu lokalisasi?

Disadur dari tulisan Ade Indarta, seorang penerjemah profesional, lokalisasi adalah:

Pelokalan, menyesuaikan isi ke sistem linguistik dan budaya wilayah yang menjadi tujuan lokalisasi

Para alih bahasa Doraemon mengganti referensi-referensi ke artis, tempat, produk, hingga kebiasaan yang ada di Jepang menjadi referensi yang lebih dekat ke pembacanya di masa itu.

Tangan Doraemon memegang penyedap rasa Ajinomoto.

Namun lucunya, lokalisasi ini tidak dilakukan secara menyeluruh. Nama-nama karakter utama tetap dalam Bahasa Jepang, dibandingkan versi Amerika yang melokalkan nama Nobita menjadi Nobby, Shizuka menjadi Sue, dan Suneo menjadi Sneech, misalnya.

Lokasi-lokasi yang disebutkan pun kadang berasal dari Indonesia dan kadang tetap menggunakan lokasi aslinya di Jepang.

Walhasil, Doraemon dan kawan-kawan hidup di realita yang baru sama sekali, percampuran antara Jepang tahun 70-an dan Indonesia tahun 90-an. Kombinasi yang unik dan berbeda ini menjadikan komik Doraemon lebih berkesan dan relatable dibandingkan jika hanya mengambil salah satunya.

Sebagai catatan, perdebatan antara penggunaan terjemahan langsung dan lokalisasi terus menjadi topik hangat hingga kini di ranah terjemahan. Setiap karya memerlukan pendekatan yang berbeda dengan mempertimbangkan maksud asli pengarang dan target pembaca.

Namun bagi penggemar Doraemon, rasanya terjemahan gado-gado ini sudah pas di lidah mata!

Ciri Khas Terjemahan Doraemon

Setelah membahas riwayat Doraemon dan ‘teori’ di balik terjemahannya, yuk kita tengok hal-hal unik yang ada di terjemahan Doraemon versi ’90-an.

Bahasa Gaul

Doraemon, Nobita, dan kawan-kawannya tidak hanya berbicara dalam Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar, tetapi juga memakai bahasa gaul (pada masanya).

Seiring referensi ke hal-hal ngetren di tahun ’90-an, penggunaan bahasa sehari-hari juga menjadikan Doraemon sebagai potret yang mengabadikan nuansa era itu.

Sumpah Serapah Penuh Warna

Entah bagaimana, bahasa kasar yang digunakan di Doraemon terjemahan ’90-an juga lebih berwarna dibandingkan kebanyakan komik terjemahan zaman sekarang.

Coba hitung berapa padanan kata ‘bodoh’ yang muncul di bawah ini.

Kata-kata kasar lainnya juga tidak kalah hebat.

Perubahan Nama

Walau memang nama-nama geng karakter utama tidak berubah, nama beberapa karakter sampingan dilokalisasi menjadi nama yang lebih berbau Indonesia.

Yang paling terkenal tentu saja Ratmi, adiknya Giant.

Tapi fakta yang mungkin terlewat beberapa orang, di beberapa halaman sebelumnya, adik ini sudah disebut sebagai Jaiko!

Lalu ada karakter Roboko, robot cantik diskonan yang dimaksudkan untuk menemani Nobita yang dijauhi teman-teman perempuannya.

Di Indonesia, robot yang membuat Nobita kesengsem ini punya nama baru: Fani. Nama yang cukup funny. Hehehe…

Lalu ada pula anak perempuan teman bermain Ratmi Jaiko yang suka memotong-motong tubuh boneka di bab Kamera Laknat. Di versi Jepang dan terjemahan baru, nama gadis psikopat ini adalah Ganko.

Shizuka memberikan sekotak boneka dari Kamera Laknat ke Ganko-chan.

Sedangkan di versi terjemahan lampau, namanya Ani.

Shizuka memberikan sekotak boneka dari Kamera Laknat ke Ani.

Omong-omong, akhirnya Doraemon meninggal di tangan Ani dan Jaiko.

Ani dan Jaiko mendoakan boneka Doraemon yang gagal menjalani operasi, Suneo mengintip dari balik pagar.
#darkjoke

Lalu ada juga kejadian di mana ‘karakter’ yang tidak punya nama diberikan nama baru oleh sang penerjemah. Di jilid 7, Nobita memelihara ikan dengan bantuan pakan abad 22 dari Doraemon. Salah satu ikan yang bongsor dan dower bahkan membantu Nobita belanja.

Nobita berterima kasih ke ikan lele yang sudah mau disuruh belanja.
Sebelum ada Go-Send.

Tetapi dialog ini mungkin dirasa terlalu hambar, sehingga ikan kurir ini diberikan nama baru oleh penerjemah: Bobob. Selain itu, bundelan kainnya diinterpretasikan sebagai penahan rasa sakit gigi.

Nobita menyapa Bobob, seekor ikan lele, yang sakit gigi.
Es terooosss.

Kualitas Terjemahan

Walau terjemahan awal Doraemon tidak diragukan lagi nilai hiburannya, tetapi sayangnya di beberapa bagian terdapat kualitas terjemahan yang kurang baik, menghasilkan dialog yang ambigu, tidak jelas, atau bahkan berkebalikan dari makna aslinya.

Saat pertama terbit, pembaca memang tidak memiliki versi lain untuk dibandingkan. Namun dengan adanya versi terbitan baru dan akses ke versi komik asli Doraemon, kelemahan terjemahan aslinya menjadi terlihat.

Sebagai contoh, mari kita lihat bab ‘Jam Jadwal’ di jilid 3. Karena kemalasan Nobita, Doraemon mengeluarkan alat Jam Jadwal, robot yang bisa menjaga jadwal yang dimasukkan penggunanya. Namun saat mencontohkan cara memasukkan jadwalnya, robotnya mengira Doraemon-lah yang harus dijaga jadwalnya.

Jam Jadwal menyuruh Doraemon pulang untuk makan malam di versi terjemahan lama.

Karena frustrasi dengan ketatnya robot penjaga jadwal, Doraemon pun kabur bersembunyi ke rumah Suneo. Namun, ia berhasil ditemukan tepat saat jadwal makan malam.

Ini akhir ceritanya di versi terjemahan awal:

Kejanggalan muncul karena dialog panel terakhir mengimplikasikan bahwa Doraemon-lah yang memaksa makan di rumah Suneo. Tindakan ini tidak konsisten dengan perilaku Jam Jadwal yang selama ini memaksakan agar Doraemon menepati jadwal. Juga tidak sesuai dengan perilaku Doraemon sepanjang cerita yang mencoba menghindar dari ketatnya jadwal maupun ekspresi malunya.

Di terjemahan baru versi Japanese Binding, adegan yang sama diterjemahkan sebagai demikian:

Jam Jadwal menyuruh Doraemon makan malam di rumah Suneo di versi terjemahan baru.

Akhir ceritanya (yang merupakan kebalikan dari terjemahan awal) berakhir dengan lebih logis. Ini hanya salah satu perbandingan terjemahan lama dan terjemahan baru, perbandingan lainnya akan kita bahas di lain kesempatan.

Penutup

Tidak ada terjemahan yang sempurna. Terjemahan lama yang ikonik, lucu, dan memeable terkadang tidak menyampaikan cerita yang telah ditulis Fujiko F. Fujio, menghasilkan cerita yang membingungkan.

Terjemahan baru yang lebih ‘standar’ dapat menjelaskan makna bagian-bagian kisah Doraemon yang selama ini sulit dipahami karena terjemahan lamanya, namun tidak menyisipkan ‘kejutan-kejutan’ di dalamnya.

Doraemon menyanyikan lagu Rasa Sayange dengan mulut tertutup.

Keduanya saling melengkapi.

Baik terjemahan lama maupun baru memperkenalkan Doraemon dan Nobita dan semua petualangan ajaib mereka ke jutaan pembaca di negara ini beserta pesan moral yang ada walau kadang aneh. Terlebih lagi dengan kemajuan internet, pembaca lama dan baru bisa saling berbagi momen-momen paling menarik dari komik si musang biru.

Fani (gadis robot) menyukai Nobita yang moderat.
Ingatlah wejangan dari Fani ini.

Saya berencana akan menulis artikel-artikel perbandingan terjemahan Doraemon yang lebih dalam, juga observasi lainnya mengenai komik favorit saya ini. Kisah-kisah Doraemon masih memiliki banyak hal yang bisa dieksplor. Saya akan berusaha tetap bersemangat seperti Nobita yang bisa sampai ke Surabaya.

Nobita berhasil lari hingga Surabaya.

Published by Raka

Writer.

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started